Friday, May 31, 2013

Fotomu Jelek



Fotomu Jelek

Sejujurnya aku malas melakukan hal ini. Acara tukar kado Dit. P2Humas di penghujung tahun 2005 hanyalah acara internal biasa. Kami masing-masing harus membawa kado seharga maksimal 50.000 rupiah untuk kami tukarkan secara acak. Ya sudah, kubeli saja kaos oblong sekedarnya.
Menjelang siang ada yang nyeletuk,
"Ada kamera buat moto-moto nggak, nih?”
"Iya Mas Slamet, bawa kamera nggak?"
"Aduuuh, aku nggak bawa euy....," ujarku dengan nada lesu.
"Nggak seru nih kalo nggak ada foto-foto," seru yang lain.
Jadilah aku terpaksa pulang mengambil kameraku. Sebenarnya di kantor ada kamera digital juga, tapi entah kenapa teman-teman nggak puas kalau cuma dipotret dengan kamera saku.
Bulan Maret 2007, hajatan nasional buat kantor kami. Mulai dari pedagang sayur sampai Presiden wajib lapor SPT. Presiden tentu saja mempunyai hak istimewa. Dia tidak harus lapor ke Kantor Pelayanan Pajak tempat dia terdaftar. Dia bahkan disediakan tempat khusus nan terhormat di kantorku. Prosedur yang seharusnya amat biasa menjadi hajatan yang terencana luar biasa. Aku juga baru tahu bahwa isi toilet yang mungkin akan dihampiri Presiden harus didata dengan detil, jenis barang, jumlah bahkan merknya. Luar biasa.
"Met, kamu besok posisi motretnya di belakang petugas TPT, ya," ujar direkturku, Joko Slamet.
"Potret yang bagus."
"Baik, pak. Ada arahan lain, pak?" tanyaku meyakinkan.
Ini pengalaman pertama bagiku memotret RI 1.
"Sudah, potret aja, jangan pecicilan, nanti kamu diborgol paspampres".
Direkturku ini memang doyan bercanda.
Presiden masih dua jam lagi baru tiba. Tapi kami begitu sibuk luar biasa. Seregu pasukan berseragam hitam-hitam tampak siaga di anak tangga darurat. Sikapnya amat bersahaja, nyaris tanpa senyum dan suara. Di lobi gedung B para pejabat tinggi mulai tiba. Oh...inilah pengendali Indonesia... Sejumput manusia dengan sepikul wewenang menjadikan mereka penguasa. Aku segera beringsut ke belakang petugas TPT. Posisi harus segera kuamankan. Segerombolan pewarta foto saling berebut tempat sempit yang tersedia, demi satu sudut yang amat berharga.
Akhirnya sosok tinggi besar itu datang jua. Langkahnya penuh wibawa, diiringi istri dan ajudan dan pengawal, empat jumlahnya... Senyum mengembang, sapa singkat terucap,
"Assalamualaikum..."
Sembari melambaikan tangannya. Dia melangkah mantap ke kursi di depan petugas TPT, duduk di sana tanpa ragu. Beberapa saat yang lalu kursi itu sudah dicoba oleh pengawalnya, digoyang-goyang sedemikian rupa, memastikan benda itu kuat menopang tubuh sang presiden.
Presiden SBY lapor SPT
Secarik map warna abu-abu lantas disodorkan ajudan kepadanya. Dia lihat sebentar, ditandatangani lantas diserahkan ke petugas TPT begitu saja.
"Pak Presiden....pak Presiden....!!" teriak para pewarta.
Ah itu rupanya kode buat dia agar mengulangi adegan barusan. Diambilnya map yang sudah tergeletak di meja itu. Diangkatnya ke arah para pewarta, sedetik kemudian puluhan kilau lampu flash menghunjamnya... Inilah beberapa detik momen berharga itu.
"Met, mana fotomu?" Tagih pak Joko sore harinya.
"Siap pak, saya cetak sebentar."
Bergegas aku ke lab cetak foto belakang kantor. 10 lembar foto terbaik aku cetak, dengan uang sendiri. Dengan langkah penuh percaya diri aku sodorkan ke pak Joko. Dahinya berkerenyit, tanpa senyum.
"Fotomu jelek!!!"

Warung Soto Ceker samping kantor,14 Mei 2013 07:47:39

No comments: