Babak baru Pilkada (DKI) sudah
digelar. Jika selama ini ajang adu mulut mereka menggunakan saluran media dan
tak saling bertemu, semalam ketiga Paslon dipertemukan dalam satu panggung.
Judul acaranya adalah debat, tapi jangan terlalu berharap ada ketegangan dan
adu pendapat yang sporadis. Panitia menghadirkan wasit yang tak hanya semlohai
tapi juga amat galak, Ira Koesno. Untung lah Ira tak membawa peluit.
Kita tinggalkan Ira yang
semalam mengenakan celana panjang ketat. Mari kita tilik apa yang terjadi di
panggung megah itu. Meski saya adalah pendukung salah satu Paslon, saya
berusaha tak akan beropini di sini.
Perhelatan semalam dibuka
dengan paparan visi dan misi masing-masing Paslon. Paslon I (AHY-Silvy)
mendapat kesempatan pertama. Sempat terjadi insiden kecil ketika AHY akan
berdiri. Tampaknya kabel wireless clip-on nya lepas sehingga ia tak bisa
langsung memaparkan visi misinya. Selama 2 menit ia bertutur tentang Jakarta.
Kalimatnya lugas, tegas, tertata. Tampaknya ia amat hafal dengan apa yang akan
ia katakan. Celakanya, irama bicaranya mulai terganggu ketika alarm tanda waktu
tinggal 10 detik berbunyi. Alarm itu berdentang setiap detik, seolah sebuah
panggilan kematian. Oya, AHY mengawali presentasinya dengan salam umat Islam,
tapi tak mengakhirinya dengan salam serupa.
Paslon kedua (Ahok-Djarot) tak
memulai presentasi dengan salam apapun. Ahok tak seperti orang pidato. Ia
seperti sedang menjawab pertanyaan sehari-hari. Ahok mengklaim IPM (Indeks
Pembangunan Manusia) Jakarta 2015 78,99, atau kurang 0,01 untuk menyamai IPM
dunia. Nada bicaranya tak terganggu oleh alarm penanda waktu.
Giliran terakhir adalah Paslon
III (Anies-Sandi). Seperti biasanya, Anies bicara dengan tutur kata yang amat
santun. Kalimatnya disusun dengan baik. Kampanye mengantar anak ke sekolah ia
dengungkan lagi. Narkoba mendapat fokus khusus darinya. Cita-citanya adalah
menghadirkan – sebuah diksi yang amat nyastra – kota yang maju, bahagia, aman,
damai, dan bebas dari segala macam kriminalitas.
Ira belum juga selesai
membacakan pengantar untuk pertanyaan kedua, ketika AHY sudah berdiri untuk
mengambil gilirannya. Ira mencegah pensiunan mayor itu. Tak seperti sebelumnya,
rupanya sesi kedua dimulai dengan paparan dari Paslon II. Kali ini Djarot yang
berdiri. Politisi PDIP ini bertutur dengan nada yang amat kalem.
Giliran kedua dimiliki oleh
Paslon III. Sandi berdiri, mencucap basmallah sebelum menyampaikan salam.
OK-OCE (One Kecamatan – One Centre for Enterpreneurship). Tangan kanannya
memeragakan secara luwes simbol program itu.
Ira khilaf. Ia nyaris
meneruskan ke pertanyaan ketiga, padahal Paslon I belum mendapat giliran
menjawah pertanyaan kedua. Teriakan bernada protes segera terdengan dari
pendukung Paslon I. Bukan Ira jika ia tidak lebih galak. Matanya “blalak-blalak”
sembari mengangkat tangan kanannya. Semula saya mengira Silvy lah yang akan
maju. Rupanya AHY lah yang tampil lagi. Ia bicara dengan irama yang cepat,
sampai keseleo lidah ketika menyebut besarnya bantuan untuk RW.
Respon atas pertanyaan ketiga
berjalan dengan datar. Yang menarik adalah pengakuan Ahok secara tak langsung
tentang sosoknya yang tak santun. Yang menggelikan adalah ketika Ira
mempersilakan seluruh pendukung untuk bertepuk tangan sebebas-bebasnya. Kasihan
tangan para pendukung itu, mau digunakan untuk bertepuk saja harus menunggu
komando.
Sesi ke dua seolah memberi
angin kepada AHY. Pertanyaan tentang rasio dan tingkat kemiskinan yang masih
tinggi disambar dengan pembenaran akan hal itu. Ia menyampaikan ada 360 ribu
atau 128 ribu keluarga miskin di Jakarta. Dua angka tersebut tak ada
penjelasannya sehingga membingungkan. Ahok menanggapi dengan klaim berupa
statistik DKI yang kian baik. Anis bermetafora. Ia mengibaratkan programnya
AHY-Silvy sebagai ikan, Ahok-Djarot sebagai kail, dan program miliknya sebagai
sebagai kolam.
Ketika sesi berikutnya adalah
tanggapan, Paslon II menggunakannya untuk bertanya ke Paslon I dan III. Paslon
III melalui Sandi bilang bahwa dalam dua minggu terakhir telah lahir 1.500
pengusaha baru hasil melalui program OK-OCE. Angka ini tentu perlu diuji. AHY
mempertanyakan kenapa Paslon II bertanya, bukan menanggapi. Mungkin bagi AHY,
pertanyaan bukan merupakan bentuk tanggapan. Hingga saat ini Silvy belum bicara
sepatah pun.
Sesi ketiga secara spesifik
membahas soal penggusuran. Anies tak secara tegas menolak penggusuran. Ia
menggunakan istilah pembaharuan kota. AHY secara tegas tak akan menggusur.
Djarot menanggapi pertanyaan panas ini dengan santai. Ia malah bilang bahwa
pertanyaan ini lah yang ia tunggu, dengan demikian ia bisa memberikan
penjelasan yang komprehensif soal penggusuran.
Setelah debat hampir berjalan
satu jam, Silvi akhirnya maju. Ia membawa ketrenyuhan dari warga rumah susun. Anies
menanggapi program Paslon II dengan mengungkap soal program Kampung Deret yang
tak ada kabarnya lagi.
Ketika sesi tanya jawab antar
Paslon dimulai, AHY menggebrak dengan pertanyaan sulit, bertanya soal perasaan
Ahok terhadap orang yang tergusur. Lagi-lagi Ahok menyangkal bahwa yang ia
gusur adalah pemukiman di aliran sungai. Silvi menanggapi hal itu dengan
pertanyaan retoris tentang kemenangan warga Bukit Duri. Ahok kembali menanggapi
dengan ajakan untuk mencerdaskan rakyat Jakarta. Terselip kata “jangan dibodohi” dalam pernyataanya. Paslon III lagi-lagi bermetafora ketika
membahas soal sistem transportasi. Nol rupiah adalah ongkos untuk pelajar Jakarta.
Debat mulai menarik ketika Anis
dengan lugas mengatakan bahwa jawaban Silvi menarik tetapi tak nyambung dengan
pertanyaannya. Tampaknya Silvi tak tahu kepanjangan Tim PORA (Pengawasan Orang
Asing). Silvi berkilah bahwa ia memang belum menjawab pertanyaan Anis. Sesi ini
juga diwarnai dengan kejutan ketika mantan Kepala Dinas Kependudukan DKI ini menunjukkan
sesuatu yang dia ambil dari mejanya. Sebelumnya Silvi sempat merogoh kantong
celananya. Jeng….jeng….. Kartu Satu Jakarta……!!! Silvi menglaim kartunya lebih
sakti daripada kartu paslon lain. Tuduhan Ahok kepada Paslon I tentang
ketidaktahuan mereka soal peraturan keuangan dibalas AHY dengan tanggapan
bernada keras. “Ini masalahnya kalau pemimpin selalu curiga dengan rakyatnya
sendiri,” ujar Agus dengan nada tinggi.
Tak hanya Paslon I, Paslon III
juga “menyerang” Paslon II dengan pernyataan, “Makanya pak Basuki, jangan hanya
kerja, kerja, kerja, harus punya gagasan…” Hal itu merupakan tampikan atas
pernyataan Basuki bahwa program Paslon III bersifat teoritis. Sandi tampak
menggeleng-gelengkan kepalanya ketika Anis menyampaikan tanggapan tersebut.
Wajahnya membatu.
Anis menyebut Alexis dalam
jawabannya kepada Paslon I. Menurut Anis, pasangan petahana lemah soal
prostitusi tapi tegas soal penggusuran. Anis mengatakan bahwa Indonesia pernah
dipimpin oleh seseorang selama 10 tahun, dimana pelanggar hukum malah
didiamkan. Saya tidak tahu siapa yang dimaksud oleh Anis. Anis juga menegaskan
bahwa pihaknya akan tegas menindak siapapun yang melanggar hukum, termasuk
pihak yang memaksakan pikiran.
Ketika ditanya soal program
pendidikan, Ahok menjawab dengan data statistik, amat teknis. Ia menutup
jawabannya dengan mengatakan bahwa perjuangannya menjadi gubernur bukan hafalan
dan retorika. Anis memrogramkan penumbuhan karakter, jam belajar bagi seluruh
pelajar, dan mengajak para profesional dan mahasiswa untuk turun ke kampung,
menjadi pendamping bagi adik-adiknya. Sampai detik terakhir saya tak bisa
menangkap program AHY soal pendidikan.
Dan tibalah pada pertanyaan
terakhir. Jika Anda nanti terpilih menjadi gubernur, siapkah Anda untuk tidak
tergiur menjadi Capres atau Cawapres 2019? Apa jawaban ketiganya? Tak ada
jawaban tegas. Anis bilang bahwa amanatnya datang dari Prabowo dan Sohibul
Iman. AHY bilang bahwa tujuannya adalah memenangkan Pilkada DKI. Tiba pada giliran
Paslon II, Ahok tertawa kecil. Ternyata bukan dia yang akhirnya menjawab, tapi
Cawagubnya.
Demikian lah debat malam itu. Ira
terbukti tangguh bahkan untuk pria segagah AHY, segalak Ahok, dan sebijak Anis.
Salam damai.