Saking getolnya mengepel lantai rumah kontrakan,
mendiang teman saya pernah berseloroh. “Nanti pas nikah aku mau ngasih kado
alat pel yang mahal, Bey,” ujarnya saat itu. Alat pel yang dimaksud harganya
150 ribuan. Saat itu, tahun 1995, harga
alat itu melebihi gaji kami sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. Tentu saja kado
itu tak pernah ada. Dia bahkan tak saya kabari saat saya menikah.
Mengepel memang menjadi kebiasaan, jika tidak bisa
dibilang hobi, sejak kecil hingga kini. Ada kepuasan tersendiri saat menapaki
lantai yang “keset” seusai disapu dan dipel. Menginjak lantai yang bersih
sanggup melapangkan batin yang sempit.
Teknologi pengepelan lantai sendiri mengalami revolusi.
Dahulu mengepel adalah sebuah kegiatan yang amat aerobik. Ia mengandalkan
secarik kain dan kesehatan punggung, serta kelincahan gerak. Ada gerakan yang
amat ritmis di dalamnya. Sejarah pernah mencatat ada film berjudul “Inem
Pelayan Seksi”. Film garapan sutradara Nya’Abbas Akub itu dirilis tahun 1976.
Salah satu tokoh sentralnya adalah Inem. Babu di keluarga Cokro itu doyan
mengepel lantai dengan gerakan “semlohai”. Tingkahnya mengundang hasrat seorang
pria yang kedudukannya mapan.
Kini mengepel adalah kegiatan yang amat elegan. Saking
elegannya, ada alat pel elektris berharga jutaan. Alat itu menawarkan
kemudahan. Pengepel tak perlu ndlosor.
Ia cukup berdiri tegap. Tangannya juga tak perlu berkubang dengan air kotor.
Mengepel di masa kini adalah sebuah gerakan statis nan anggun.
Bukan saya jika sanggup meninggalkan ke-ndeso-an sikap. Di tengah gempuran iklan
alat penyeka lantai seharga jutaan rupiah, saya bergeming dengan alat seharga
puluhan ribu rupiah. Bahkan saya tak ragu untuk ndlosor ala Inem saat menjangkau sudut sulit. Ada kepuasan yang tak
terkata saat sudut itu berhasil saya bersihkan.
Tentu saja pekerjaan ini berisiko. Kadang sudut sulit
itu mengandung jebakan. Seperti yang terjadi siang tadi. Saat membersihkan
kolong rak, tangan saya tergores sudut besi yang tajam. Berdarah? Sudah tentu
iya. Tidak mengapa. Tinggal bersihkan dengan cairan pembersih luka lalu ditutup
seperlunya.
Dalam berbagai kesempatan, saya sering mendengar
istilah bekerja sampai berdarah-darah. Orang yang mengatakan hal itu tentu saja
sama sekali tidak berdarah. Ia bahkan tidak berkeringat. Ia hanya sedang
bermajas dan ingin mengatakan bahwa tingkat kesulitan pekerjaannya amat tinggi.
Mengepel lantai sama sekali tidak sulit. Meski demikian,
ada risiko pendarahan yang harus ditanggung. Dan saya tak akan bilang bahwa
siang ini telah bekerja hingga berdarah-darah.