Bangunan itu lebih menyerupai tempat tinggal dibandingkan kantor..  Terletak di dekat sebuah perempatan besar di Bandung, berhalaman luas  nan asri, berjejer tunggangan kelas atas..
Pria itu sudah demikian berumur, di atas 70 tahun, dengan bersahaja  menyambut kami. Raut mukanya, sapa pertamanya terdengar datar, bahkan  tidak ramah. Satu persatu nama kami ditanya. Lalu obrolan cepat sekali  mengalir, bahkan terasa terlalu cepat. Sambil tak hentinya isapan rokok  kretek dia lakukan.
Topiknya seputar permasalahan besar bangsa ini, yang entah kenapa pagi  tadi terdengar ringan beliau sampaikan. Bahwa negara ini cuma butuh tiga  menteri, Perdagangan, Pertanian dan Keuangan.
* Perdagangan untuk mengatur tata niaga kebutuhan pokok yang belakangan  semakin dikuasai oleh ritel asing dan pengusaha berkapital besar, hingga  semakin tersudutlah para pedagang tradisional.
* Pertanian untuk menyadarkan kita bahwa negeri ini adalah negeri paling  subur di dunia, tapi mengapa kini harus mengimpor kedelai dan  sejenisnya. Hal yang tidak terjadi, bahkan ketika kita belum merdeka  dulu..
* Keuangan untuk mengatur suku bunga kredit, agar para usahawan menengah  dan mikro yang nota bene tahan terhadap bada resesi ekonomi dapat  leluasa mengembangkan usahanya...
Tanpa terasa obrolan sudah berlangsung satu jam lebih. Ku lihat itu  adalah batang ke tiga rokok kretek yang dia habiskan sepanjang obrolan  kami. Di umurnya yang 74 tahun dia juga berkata masih pede makan gulai  kambing tanpa takut efeknya. Demikian juga dengan hobi nyetir  kendaraannya sendiri, nyaris tanpa sopir.
Deretan foto di dinding menunjukkan jejak tamu yang pernah dia temui dan  berkunjung ke sini. Mulai dari petinggi republik ini sampai presiden  World Bank, ya.... presiden Bank Dunia... Beberapa penggal cerita  tentang intrik politikpun dia singgung, lugas dan terdengar ringan,  tanpa meninggalkan prasangka.
Satu hal yang tidak ku temui dari ruangan kerjanya adalah atribut partai....!
Obrolan kami sudahi karena perjalanan kami harus berlanjut ke kebun dia.  Tiga pegawai negeri "rendahan" ini dia antarkan sampai depan mobil  dinas kami. Sungguh pria yang hangat...
Butuh waktu hampir satu jam untuk mencapai kawasan perbukitan  Cicalengka, sampai akhrinya sebuah gerbang dibukakan untuk kami. Sebuah  "dunia lain" terpampang di depan kami. Bentangan tanah puluhan hektar  yang ditanami cengkeh dan durian menaungi perjalanan kami ke sebuah  rumah peristirahatan yang tertata apik. Air sedemikian deras mengalir  tanpa putus. Di kolam ratusan ikan bawal menyambut pelet yang ditebarkan  penjaga rumah. Hawa kesejukan langsung merasuki dada kami.
Sang penjaga berujar bahwa ini adalah milik pribadi yang tidak pernah  dikomersialkan. Terihat puluhan ekor kijang sengaja diternakkan. Di  setiap sudut lahan terlihat kolam ikan yang melimpah penghuni...
Aku jadi bertanya dalam hati, apa masalah terberat Bapak tadi hari ini.....
 
 
No comments:
Post a Comment