Teman, tulisan ini aku buat kurang 20 jam setelah kejdian tragis yg terjadi di depan mataku...
Sore kemarin, Selasa 31 Agustus 2010, aku pulang "tepat waktu". Istilah  yang terpaksa ku kasih tanda petik, mengingat aku jarang pulang tepat  waktu ketika jam kantor berakhir. Ku seberangi jalan Gatot Subroto,  sekaligus ku tau arah dari Semanggi ke Cawang padat merayap, baik di  jalan tol dalam kota maupun di jalan arteri. Syukurlah, tidak sampai 10  menit menunggu, bus trayek Grogol Kampung Rambutan itu datang. Dengan  langkah gempita ku sambut kedatangannya. Bayangan bisa tiba di rumah  sebelum waktu buka menyingkirkan  ketidaknyamanan berdiri berdesakan dan  pengapnya angkutan umum ini. Untunglah ada kesempatan masuk tol di  gerbang Semanggi II, karena kulihat jalan arteri nyaris tak bergerak.
Tidak sampai 20 menit perjalanan kami di tol dalam kota berakhir. Sempat  kami temui insiden kecil, bus antar kota antar propinsi tampak berhenti  di jalur tengah tol karena kaca spion kirinya pecah tersenggol truk  yang menyalip dari sisi kiri. Bus kami menurunkan penumpang yang mau  melanjutkan perjalanan dengan kereta api dari Stasiun Cawang. Herannya  bus menurunkan penumpang di jalur kanan jalan arteri, bukan di Halte  Indomobil. Terpaksalah para penumpang menyeberang jalan di tengah arus  lalu lintas yang ramai lancar. Di antara penumpang yang turun kulihat  seorang ibu muda yg tampak lelah menggendong anaknya. Rada miris aku  melihat pemandangan itu. Ah, semoga rombongan kecil itu bisa nerusin  perjalanannya dengan aman.
Persimpangan Otista Raya baru terlewati setelah menurunkan beberapa  penumpang. Laju bus agak tersendat memasuki mulut terowongan Cawang  atas. Kepadatan lalu lintas dan simpang susun Cawang menjadikan sore  ini, seperti sore yang lalu, senantiasa padat merayap. Sudah tidak jelas  lagi mana kendaraan yang mau ke arah Bandara Halim/Cikampek, mana  kendaraan yang mau ke arah Tj. Priok. Pun demikian dengan bus kami yang  akan menuju ke arah Kp. Rambutan dengan enteng masih melaju di lajur  tengah yg memang rada longgar.
Terowongan Cawang atas baru saja kami lewati. Sopir bus bersiap pindah  ke lajur kiri. Di depan kami didominasi oleh sepeda motor. Tampak  seorang ibu2 separuh baya mengendarai Honda Vario warna hitam, tepat  didepan bus kami. Laju bus kami terpaksa melambat, lurus, tak berbelok.  Sepeda motor itu bergeser ke kiri, ups....nyaris tertabrak bus kami.  Kami terkesiap, beberapa penumpang mengaduh, mengingatkan sopir. Anehnya  sopir sama sekali tidak mengurangi laju bus, tidak bergeser lajur. Sama  sekali tidak, lurus pada lajur semula...... Sampai beberapa detik  berselang, brak!!!! Suara motor terjatuh keras terdengar. Kami semua  menjerit, keras, geram, pasrah. Bayanganku ttg korban jiwa langsung  memenuhi pikiranku.
Seperti ada yg mengkomando, puluhan pengendara sepeda motor menghadang  bus kami. Beratus sumpah serapah, ancaman, hujatan, memaksa sopir segera  meminggirkan busnya. Reflek aku ikut turun, bergegas berjalan ke arah  kejadian. Sayup2 kudengar rintihan ibu itu. "Sakiiiit....kaki saya  sakitttttt....tolong.....!" Tanpa dikomando kami segera membentuk  formasi menolong. Waktu sdh menunjukkan pukul 17.50 WIB ketika aku  beralih ke ojek langgananku menuju rumah....
Rabu, 1 September 2010
7:15 WIB, itulah waktu absenku hari ini. Ajudan Dirjen sdh mengirim  jadwal liputan Dirjen hari ini. Dimulai dari pasar murah pukul 08:00 WIB  di Gelanggang Remaja Jakarta Timur, dilanjutkan dengan rangkaian rapat  di Komisi XI dan buka puasa bersama.
Agak terburu-buru aku mengemudikan mobil dinas ke jalan Otista Raya,  tempat acara pasar murah berlangsung. Untunglah rute ke arah Cawang  relatif lengang karena bukan jam pulang kantor. Suara tabrakan kemarin  sore masih menghantui pikiranku. Tinggal seperminuman teh waktu  perjalananku, sekonyong-konyong ajudan ngasih kabar kalau acara batal.  Dirjen juga sudah kembali ke kantor lagi. Segera ku putar balik  kendaraanku yg sudah terlanjur masuk ke jalan Otista Raya. Persimpangan  Cawang atas lancar kulewati. Menara Saidah, gedung megah yang kosong  melompong tanpa penghuni baru saja ku lewati. Waktu baru menunjukkan  pukul 08.00. Sepanjang jalan MT. Haryono, dari Menara Saidah sampai  menjelang perempatan Pancoran sepeda motor dibuatkan lajur khusus dengan  pembatas berupa deretan kun yang disambung dengan tali rafia. Nyaman,  pikirku...karena aku hanya perlu konsentrasi dengan mobil lain, tidak  dengan motor, karena mereka sdh dibuatkan lajur tersendiri. Tapi apa mau  dikata, harapan tinggal harapan... Kenyaman yang sempat terbayang sirna  sudah. Beberapa pengendara sepeda motor rupanya sangat diuntungkan  dengan longgarnya lajur mobil, karena sebagian besar motor beralih ke  lajur khusus.
Hmmmm, tidakkah kita sadari bahwa nyawa pemberian Tuhan itu cuma satu?  Dan aku yakin, nyawa itu tidak boleh disia2kan, hanya karena mengejar  kecepatan. Apalagi sambil merampas hak orang lain....
Sekian.
 
 
No comments:
Post a Comment