Mudik Lebaran lalu ada suntikan energi bagi
saya pribadi. Di luar urusan menuntaskan rasa kangen ke keluarga besar, ada
perasaan lain yang membuat kaki saya ringan menginjak pedal gas. Kabar gembira
terbetik dari pelosok sana, tiba menjelang bulan Puasa. Renovasi masjid yang
berdiri di lokasi bekas dhanyangan
hampir rampung. Proses yang sempat terkatung-katung akibat kekurangan dana
tersebut akhirnya terselesaikan berkat kemurahan hati para hamba pencari ridho
Tuhan.
Siang itu saya diajak bapak nengok bangunan
tersebut. Menaiki sepeda motor, saya memboncengnya melewati jalan menanjak
curam di lorong desa. Jarak dari rumah bapak ke masjid itu sebetulnya hanya
sekitar 600 meter, jika ditempuh dengan jalan kaki pun hanya perlu waktu
sekitar 10 menit. Namun kondisi fisik bapak tak memungkinkan untuk berjalan
kaki ke sana. Dengkulnya tak kuat lagi menjejak tanah sekian ratus meter.
Dengan adrenalin yang bergolak, saya bonceng pria sepuh itu merambah tanjakan
dan tikungan tajam di atas jalan beraspal yang mulai mengelupas, meninggalkan
jejak berupa lubang menganga di beberapa bagian.
|
Tampak depan bangunan masjid. Bagian tebing belum dicor agar tak longsor |
Tak sampai 5 menit perjalanan berat itu
berakhir di sebuah halaman surau tersebut. Hari itu adalah hari terakhir puasa,
sehingga suasana desa kami rada sepi. Para wanita pasti sedang sibuk di dapur,
menyiapkan kendurian menyambut datangnya Idul Fitri. Dua sosok pria tengah
duduk-duduk di teras yang sudah mengkilap berlapis keramik. Mereka adalah lek
Solihin dan lek Larno.
|
Tampak depan teras masjid |
Perasaan haru menyergap saya begitu
memasuki bangunan seluas 150an meter persegi itu. Saya tak menyangka karut
marut renovasi rumah ibadah ini selesai dengan cepat dan relatif tak menemui
hambatan berarti. Proses renovasi yang memakan waktu hampir 5 bulan berjalan penuh
energi. Semua tentu berkat, sekali lagi, campur tangan Tuhan melalui
tangan-tangan yang amat ringan membantu kami dari sisi pendanaan. Total biaya
sebesar 60an juta berhasil kami tutupi.
|
Padasan dan kamar kecil |
Ketika akhirnya selesai memuaskan diri
berkeliling di bangunan itu, saya mendapati ada
beberapa bagian bangunan dan sarana pendukung yang masih perlu dipoles
lagi. Atapnya belum dilapisi plafon dan di sisi kanan bangunan masih berupa
tebing setinggi 3 meter yang belum dicor sehingga rawan longsor. Selain itu
saya mendapati onggokan kitab suci yang sudah tidak layak pakai karena usia. Beberapa
bagian halamannya sudah rusak dimakan rayap.
|
Tampak samping bangunan masjid |
|
Tampak dalam bangunan masjid |
|
Atap belum diplafon |
|
Saldo kas renovasi masjid |
Kepada mbak Sumiyem, sepupu saya, saya
berpesan agar saldo dana sebesar 5 juta yang dia pegang dianggarkan untuk
hal-hal yang lebih penting terlebih dahulu. Masalah tebing yang belum dicor dan
plafon sementara ditunda dulu sambil berharap kemurahan Tuhan lewat
hamba-hambaNya.
Oya, kisah awal pembangunan masjid ini bisa dilirik di sini
Bandung, 23 September 2015
No comments:
Post a Comment