Sunday, November 11, 2018

Inem dan Megahnya Majas





Saking getolnya mengepel lantai rumah kontrakan, mendiang teman saya pernah berseloroh. “Nanti pas nikah aku mau ngasih kado alat pel yang mahal, Bey,” ujarnya saat itu. Alat pel yang dimaksud harganya 150  ribuan. Saat itu, tahun 1995, harga alat itu melebihi gaji kami sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. Tentu saja kado itu tak pernah ada. Dia bahkan tak saya kabari saat saya menikah.
Mengepel memang menjadi kebiasaan, jika tidak bisa dibilang hobi, sejak kecil hingga kini. Ada kepuasan tersendiri saat menapaki lantai yang “keset” seusai disapu dan dipel. Menginjak lantai yang bersih sanggup melapangkan batin yang sempit.
Teknologi pengepelan lantai sendiri mengalami revolusi. Dahulu mengepel adalah sebuah kegiatan yang amat aerobik. Ia mengandalkan secarik kain dan kesehatan punggung, serta kelincahan gerak. Ada gerakan yang amat ritmis di dalamnya. Sejarah pernah mencatat ada film berjudul “Inem Pelayan Seksi”. Film garapan sutradara Nya’Abbas Akub itu dirilis tahun 1976. Salah satu tokoh sentralnya adalah Inem. Babu di keluarga Cokro itu doyan mengepel lantai dengan gerakan “semlohai”. Tingkahnya mengundang hasrat seorang pria yang kedudukannya mapan.
Kini mengepel adalah kegiatan yang amat elegan. Saking elegannya, ada alat pel elektris berharga jutaan. Alat itu menawarkan kemudahan. Pengepel tak perlu ndlosor. Ia cukup berdiri tegap. Tangannya juga tak perlu berkubang dengan air kotor. Mengepel di masa kini adalah sebuah gerakan statis nan anggun.
Bukan saya jika sanggup meninggalkan ke-ndeso-an sikap. Di tengah gempuran iklan alat penyeka lantai seharga jutaan rupiah, saya bergeming dengan alat seharga puluhan ribu rupiah. Bahkan saya tak ragu untuk ndlosor ala Inem saat menjangkau sudut sulit. Ada kepuasan yang tak terkata saat sudut itu berhasil saya bersihkan.
Tentu saja pekerjaan ini berisiko. Kadang sudut sulit itu mengandung jebakan. Seperti yang terjadi siang tadi. Saat membersihkan kolong rak, tangan saya tergores sudut besi yang tajam. Berdarah? Sudah tentu iya. Tidak mengapa. Tinggal bersihkan dengan cairan pembersih luka lalu ditutup seperlunya.
Dalam berbagai kesempatan, saya sering mendengar istilah bekerja sampai berdarah-darah. Orang yang mengatakan hal itu tentu saja sama sekali tidak berdarah. Ia bahkan tidak berkeringat. Ia hanya sedang bermajas dan ingin mengatakan bahwa tingkat kesulitan pekerjaannya amat tinggi.
Mengepel lantai sama sekali tidak sulit. Meski demikian, ada risiko pendarahan yang harus ditanggung. Dan saya tak akan bilang bahwa siang ini telah bekerja hingga berdarah-darah.

No comments: