Saturday, October 27, 2018

Tabloid Bola, Sabak, dan Ratapan Algojo

Kenyataan itu sebetulnya sudah bisa diduga sejak lama. Ya, adalah soal ambruknya tabloid Bola. Koran cetak yang bermula sebagai sisipan koran Kompas itu akhirnya menyerah pada gilasan zaman. Terbit sejak 1984, Bola adalah bukti betapa dunia digital telah memberangus dunia analog secara sistemis.

Saat masih anak-anak, bapak pernah menunjukkan sebongkah batu. Ukurannya sebesar i-Pad. Batu berbentuk lempengan tipis berwarna hitam itu adalah batu sabak. Jangan main-main. Ia adalah "buku tulis" bapak. Tahun 50-an di sekolahan beliau belum ada buku tulis kertas. Jadilah batu itu sebagai buku tulisnya. Seorang murid tentu hanya punya selembar sabak. Oleh karenanya teks yang tertulis tak akan abadi. Mereka akan segera terhapus oleh goresan-goresan berikutnya. Tak heran orang jaman dulu rata-rata memiliki daya ingat yang kuat. 

Tahun berganti, pun sabak. Ia dilibas kertas. Batu metamorf itu kini tinggal kenangan. Tapi apa lantas buku tulis mengenyam keabadian? Tunggu dulu.

Hanya butuh waktu 3 dasa warsa untuk mengakhiri umur buku tulis. Hari ini sabak itu telah didigitalkan dalam bentuk komputer tablet. Buku tulis, si pembunuh sabak, pelan-pelan tergusur zaman. Pun kaset rekaman, media cetak, komunikasi berbasis kabel, dan seabrek teknologi analog lainnya.

Tak perlu heran apalagi mati-matian melawan kehendak zaman. Sadarilah bahwa kita adalah bagian dari semua ini. 
Hari ini adalah hari di mana kecepatan adalah segalanya. Itulah kenapa tabloid Bola "wasalam".
Hari ini adalah hari di mana pemimpin dipilih bukan untuk didukung tapi untuk dicela. Itulah kenapa lini masa media apapun penuh pertikaian, siapa pun pemimpinnya.
Hari ini adalah hari di mana kelihaian lisan lebih utama daripada kematangan batin. Itulah kenapa seseorang jadi tersohor karena piawai berucap, meski gagap bertindak.
Hari ini adalah hari di mana penilaian jumud pada apa yang tampak, alih-alih tabayun. Itulah kenapa kabar bohong mudah meruyak.

Hari ini adalah hari di mana meratapi kematian adalah hal lumrah, padahal ia merupakan bagian dari pedang penebas kehidupan.

Bandung, 27 Oktober 2018

No comments: