Tuesday, July 9, 2019

Panggilan dari Balik Pagar


Kondisi karpet Masjid Baitul Maal yang sudah kusam

Jam telah menunjukkan pukul 13.00 WIB saat kami bertiga, (saya, Fathur Rahman, dan mas Kus) tiba di tempat itu. Mobil yang dikemudikan Fathur agak susah menemukan tempat parkir. Halaman masjid penuh dengan mobil lain.
Kayake lagi ada kegiatan,” guman Fathur.
Akhirnya ia memarkirkan mobilnya tepat di depan pintu pagar masjid. Pintu pagar itu hanya muat untuk dilalui sepeda motor. Saya merenung, kenapa pagar ini harus ada? Ya, masjid Baitul Maal PKN STAN kini tak seleluasa dulu lagi. Di depannya ada pagar yang memisahkannya dengan jalan utama kampus itu.
Kami bertiga lantas mengambil wudu di padasan. Letaknya di sisi kiri masjid. Tak ada yang berubah dari tempat ini sejak sejak saya meninggalkan kampus 19 tahun yang lalu. Selarik kertas polos tertuliskan doa masuk toilet masih ada di sana.
Selesai wudu, kami salat berjamaah. Saat sujud, saya merasakan tangan saya melandas di karpet warna hijau kusam itu. Karpet yang mungkin umurnya sudah senja dan berdebu sekali. Kelar salat, saya menengadah. Kipas angin yang menempel di ketinggian dinding tak kalah berdebunya. Beberapa sarang laba-laba juga tampat menggayut di sudut plafon. Tampaknya sudah lama rumah ibadah ini tidak dibersihkan secara total.
Kegiatan pembersihan karpet Masjid Baitul Maal PKN STAN


Kondisi karpet Masjid Baitul Maal yang memprihatinkan

Fathur yang duduk di sebelah saya bercerita. Masjid ini adalah salah satu sasaran kegiatannya yang bernama Bersih-bersih Masjid (BBM). Kegiatan yang dilakukan setiap akhir pekan itu bertujuan membersihkan masjid secara total. Pembersihan yang dilakukan meliputi area kamar mandi, lantai, karpet hingga langit-langit. Masjid Baitul Maal (MBM), tempat kami berada siang itu, adalah salah satu sasaran kegiatan BBM-nya.
“Tadinya kami berharap BBM kami memicu pengurus untuk rutin menjaga kebersihan masjid ini,” ujar pria asal Kudus itu.
Sayang harapannya belum gayung bersambut. Rumah Allah yang sudah banyak melahirkan ahli ibadah ini kembali berkubang dengan kejorokan.
Hampir sejam kami berada di tempat itu. Saat akan beranjak, saya menyatakan keheranan soal pagar tadi.
“Kenapa kampus harus memagari bagian depan masjid ini?” tanya saya.
“Karena konon tanah masjid ini bukan milik kampus,” jawab Fathur.
Persepsi selama ini ternyata salah. MBM tidak didirikan di tanah milik negara. Infonya tanahnya berasal dari wakaf. Itulah yang membuat pihak PKN-STAN harus memagari batas tanahnya. Hal ini tentu sesuai prinsip pengamanan aset negara.
Matahari sudah condong ke barat. Kami bertiga berpisah di sini. Lucky Kurniawan, teman sejawat yang tinggal di kawasan ini, menjemput saya. Café 88 lantas menjadi labuhan saya berikutnya. Kedai kopi yang dimiliki oleh alumni STAN 88 ini menjadi tempat perenungan saya selanjutnya.
Betapa MBM butuh “sapaan” dari para alumninya. Alumni yang telah berserak di seantero dunia. Alumni yang pernah mendapat sepercik ilmu dan kebaikan dari keberadaannya. Alumni yang berharap bangunan di balik pagar kampus ini menjadi penyokong kebaikan.
Kini pengurus masjid Baitul Maal PKN STAN tengah berjuang memperbagus rumah Allah itu. Selarik proposal penggantian karpet terlampir di unggahan ini. Dana yang dibutuhkan ternyata tak besar-besar amat dibandingkan dengan potensi jamaah dan alumni STAN. Jumlahnya "hanya" Rp.89.100.000,00.
Silakan kirim infaq dengan kode setoran dua digit terakhir angka 12 ke rekening bank Muamalat 3300008151 a.n. Masjid Baitul Maal.

Proposal penggantian karpet Masjid Baitul Maal


No comments: