Syuting-e Bubar
Aku
baru mau berucap aba-aba action,
ketika mas Adi berkata setengah berteriak,
"Eh,
ada mutasi kasi, ya?"
Aku
tidak terlalu memperdulikan kalimat itu. Semangat sekaligus hegemoniku sebagai
seorang sutradara merangkap kameramen, penata lampu, pengarah adegan, pengorder
konsumsi, dll, dll untuk sebuah kerjaan pembuatan video instruksional sedang on fire. Tapi itu semua runtuh juga
ketika crew dan talent memilih berangsur-angsur meninggalkan lokasi syuting. Bah,
syaul... Dasar sutradara gak ada wibawanya....hahaha...
Mereka
bergerombol mengerumuni PC di meja Eri. Aku serba kikuk. Ada gulatan perasaan
yang berkecamuk.. Setelah termenung sejenak, sendirian di ruang bu Tyas, aku
beranjak tak tentu arah. Mulutku asam, menandakan hormon endorphin di otak belakangku mulai butuh asupan nikotin..
Smoking area
itu terletak di sudut lantai 16, tersembunyi di belakang ruangan bu Tyas.
Tempat itulah yang akhirnya jadi pelabuhanku. Terdiam aku di sudut sana. Ponsel
aku geletakkan di atas meja kecil di depan sofa. Tapi itu tak lama...
Segera
kubuka laman web sikka DJP, sebuah aplikasi
manajemen SDM berbasis web yang bisa
diakses di ponsel. Ah, sinyal ini sedang menggodaku. Laman itu tak jua terbuka.
Kuselingi dengan membuka group bbm
kantor. Tidak ada apa-apa di sana. Juga tidak ada japri apapun. Juga tidak terdengar
teriakan menyebut namaku di luar sana.
Kertas
tembakau Sampoerna Mild ini hampir menemukan busanya, habis terisap, ketika
langkah kaki terdengar berderap mendekat. Ritmenya sangat kuhafal. Arief
berjalan mendekat.. Langsung duduk di depanku. Ekspresinya lurus, mulutnya diam
terkatup
Tidak
ada pembicaraan apa-apa untuk beberapa saat. Akhirnya aku yang memulainya,
"Teman-teman
sudah siap syuting lagi, Rif?"
"Kayaknya
belum, pak. Masih asyik liat SK."
"Yo
wis lah, sebatang dulu," ujarku sambil menyulut rokok lagi.
"Yuuk,
mulai lagi," ujarku ke Arief setelah batang ke dua ini aku habiskan.
Meja
Eri masih menyisakan huru-hara pengumuman mutasi Kepala Seksi. Aku melangkah
pelan ke ruangan bu Tyas. Action, cut, preview
kuteriakkan, sembari ngunandika...
Terbayang
tokoh Rigen, Nansiyem, Beni, dan Tholo-Tholo dalam kumpulan cerpen karangan
Umar Kayam berjudul "Mangan ora Mangan Kumpul" dan "Sugih Tanpa
Banda". Mereka adalah keluarga kecil. Mister Rigen berasal dari
Pracimantoro sedangkan istrinya, Nansiyem, adalah perempuan dari Jatisrono. Pracimantoro
dan Jatisrono adalah dua kecamatan di kabupaten Wonogiri, tanah kelahiranku.
Kehidupan mereka adalah kepasrahan pada pengabdian total menjadi seorang babu
di rumah pak Ageng, tokoh yangg dipakai Umar Kayam untuk menggambarkan dirinya
sendiri. Mereka tidak pernah menggugat status mereka yang selamanya tidak akan
pernah naik jabatan. Sepanjang hidupnya status mereka akan tetap sama, babu,
batur, bedinde, pembantu.
Pagi
ini kubikel meja kerjaku terasa lebih lapang dari sebelumnya.
*Jakarta,
31 Januari 2013, sembari ngguntingin koran hari ini buat bahan kliping Pamorku.
No comments:
Post a Comment