Nama, sebuah
kata atau rangkaian kata yang tersemat ke tiap manusia. Rasanya saya belum
pernah mendengar ada orang tak punya nama. Semua manusia punya nama, sependek
apapun itu. Teman kuliah saya ada yang namanya hanya satu kata, terdiri dari
tiga huruf, Edy, sudah itu saja. Ada lagi yang terdiri dari lima kata, I Gede
Komang Chahya Bayuantakusuma. Saya sampai harus membuka aplikasi SIKKA untuk
mengeja namanya. Itulah uniknya nama kita.
Ada satu lagi
nama panggilan, orang Jawa bilang nama "paraban". Yang ini lebih unik
lagi. Nama panggilan biasanya ada hubungan dengan si pemilik nama tapi kadang
juga tidak ada hubungannya sama sekali. Hubungan itu bisa karena kemiripan
pengucapan, bisa juga karena hal lain. Nyonya saya namanya Nurul Kasmariah,
dipanggil Uyun, masih mirip. Adik ipar saya namanya Surya Wahyudi, karena
sakit-sakitan diberi nama panggilan Slamet, tetapi lebih tenar dipanggil Mamet.
Tetangga belakang rumah mertua saya, seorang ibu-ibu, namanya Tri Wahyuni,
dipanggil "Jentrit". Blas, sama sekali tidak ada hubungan apa-apa
dengannya.
Saya, Slamet
Rianto, punya banyak nama panggilan. Yang paling umum tentu saja panggilan
Slamet dan Rianto. Tapi tunggu dulu, waktu kecil saya dipanggil Gendhon oleh
saudara-saudara dekat saya karena katanya saya dulu gemuk, mirip gendhon, ulat
yang biasa hidup di daun nangka. Asem banget ya... Kelas 3 SD, ada teman
sekolah saya yang meninggal mendadak karena sinus, namanya Mijo. Entah kenapa
kakak sepupu saya lantas memanggil saya dengan nama Mijo. Untunglah dua nama
terakhir itu sekarang sudah punah.
Suatu hari,
ketika saya masih duduk di bangku kelas 1 SMA 3 Surakarta, tiba-tiba saya
mendapat nama panggilan baru. Adalah teman sekelas saya, Irawan Teguh Santoso,
yang menciptakan nama itu. Ceritanya begini, waktu itu kami baru saja mendapat
pelajaran Bahasa Inggris. Hari itu setiap siswa disuruh membaca artikel pendek
yang ada di buku paket. Tibalah giliran saya. Artikel yang saya harus baca
topiknya tentang Danau Toba. Saya baca dengan gempita, penuh percaya diri.
Menurut saya, artikulasi dan ejaan saya benar semua, sampai kemudian seisi
kelas tertawa ketika saya melafalkan "Lake Toba" dalam ucapan yang
menurut mereka lucu. Katanya saya mengucapkannya dengan lafal "Laik Tobey".
Sejak saat itulah saya dipanggil "Tobey" oleh seluruh teman SMA saya,
hingga kini. Nama Tobey amat tenar. Tak hanya teman-teman SMA saja yang
memanggil saya dengan nama itu, tapi juga teman sekantor yang berteman dengan
teman SMA saya.
Bapak saya bilang
bahwa "asma kinaryo japa", nama itu adalah doa. Mungkin itulah yang
melatarbelakangi beliau memberi nama Slamet kepada saya. Tak apalah, saya tidak
pernah mempunyai persoalan dengan beragam nama panggilan itu. Bagi saya, nama
hanyalah nama, tidak lebih.
Hotel Atria
Serpong, 18 September 2013, 15:48:27 WIB.
No comments:
Post a Comment