Hajatan apa di kantor ini yang
lebih menghebohkan selain mutasi? Bahkan kabar tentang pemberian insentif,
bonus maupun gaji ke-13 kalah heboh dengannya. Yap, mutasi memang
mempunyai umur setua umur organisasi ini. Setua pula karir seseorang. Hanya
pensiunlah yang memutilasi mutasi itu. Ironis.
Saya masih ingat, Nopember 1995
sebuah Surat Keputusan mengantarkan kami semua, 472 orang lulusan Program
Diploma III Perpajakan, ke seluruh pelosok negeri. Surat itu terbit sore hari
sehingga kami yang indekos di sekitar Jurang Mangu tidak bisa langsung beranjak
ke Kantor Pusat Ditjen Pajak. Tahun segitu teknologi internet belum secanggih
sekarang, sehingga komunikasi melalui surat elektronik juga belum lazim. Beda
dengan jaman sekarang, seperti yang terjadi senja ini. Aku yang tengah
meringkuk sakit di rumah bisa minta dikirim email ke Dewi temanku, tentang SK
Mutasi Eselon IV dan Fungsional.
Maka pagi keesokan harinya kami
lantas berduyun-duyun ke Kantor Pusat Ditjen Pajak. Surat itu ditempel di dekat
lift lantai 4 gedung D tempat Bagian Kepegawaian berkantor. Langkah saya baru
mencapai lobi gedung B yang terletak di depan gedung D ketika serombongan kawan
sudah ada yang keluar dari gedung tersebut. Mereka menampakkan ekspresi wajah
beragam. Ceria, datar, banyak pula yang keruh. Saya dilanda kerisauan. Saya
berhitung, peringkat akademik saya 232 dari 470 orang. Sebuah peringkat yang
tidak bisa dikatakan bagus. Maka saya tidak berani berharap banyak. Saya juga
tidak berani bertanya ke teman-teman yang saya temui barusan. Biarlah SK itu
saya hadapi sendiri.
Gedung berlantai empat itu
segera saya tapaki. Hanya ada dua lift yang tersedia, sehingga saya harus
menunggu agak lama. Akhirnya lift ke dua terbuka. Pintunya memuntahkan puluhan
teman-teman saya, masih dengan ekspresi penuh warna. Saya kian khusyuk
menjalani kerisauan.
Di lantai 4 suasananya tidak
lebih tertib. Suara gaduh dan riuh terdengar di sana. Saya sampai susah payah
keluar dari lift ini.
"Met, kamu dimana?"
"Wah, Met...kok kamu dapet
kupang?"
"Met, selamat ya...
Baturaja Met... Enak, bisa wisata terus di Bali."
Sapaan teman-teman menyambut
kedatangan saya. Saya bergeming tak bereaksi apa-apa. Kuping saya makin panas
mendengar nama-nama yang mereka sebutkan barusan. Kupang, Baturaja.... Dua nama
asing dan menyeramkan.
Surat itu ditempelkan di sebuah
white board. Lembarannya disusun urut mulai dari Kantor Pusat, Kanwil-Kanwil di
Jakarta, lantas meloncat ke Kanwil Sumatera Bagian Utara, Sumatera Bagian
Tengah, Sumatera Bagian Selatan dan seterusnya, sampai terakhir adalah Papua
dan Maluku. Tidak perlu waktu terlalu lama buat saya untuk menemukan nama saya.
Kantor Pelayanan Pajak Baturaja di Kanwil Sumatera Bagian Selatanlah tempat
tugas saya. Tapi tunggu dulu, ada secuil kesalahan, nama saya ejaannya benar,
Slamet Rianto, tapi itu bukan NIP saya. Saya bingung dan kian kalut. Saya
lantas teringat, di angkatan saya ada teman yang namanya mirip dengan saya,
namanya Slamet Riyanto. Kami berbeda kelas dan tidak saling mengenal satu sama
lain.
Saya lantas meneruskan
pencarian. Hati saya terkesiap. Tertera nama Slamet Riyanto di KPP. Kupang,
NIP-nya juga bukan NIP saya. Wah... Saya benar-benar kalut... Atas saran
beberapa teman, saya menghadap Bagian Kepegawaian yang ruangannya di belakang
white board pengumuman itu. Seorang pria paruh baya menyambut saya.
"Ada apa, dhik?"
"Ini pak, saya mau nanya,
nama dan penempatan saya yang benar dimana ya?"
"Oh, adek lulusan Prodip
ya?"
"Iya, pak. Di SK itu nama
sama NIP saya nggak sesuai."
Sejurus kemudian pria itu
mengeluarkan fotocopi SK kami. Dilihatnya nama yang saya maksud. Dahinya
berkerenyit sejenak.
"Kamu peringkat
berapa?"
"Dua ratus tiga puluh dua,
Pak"
"Kalo peringkat Slamet satunya?"
"Wah, saya tidak tahu,
pak."
"Ya sudah, kamu pilih
mana, Baturaja apa Kupang?"
"Baturaja, Pak."
"Ok, besok kami ralat
SK-nya."
Keesokan harinya saya kembali
menyambangi kantor pusat Ditjen Pajak. Masih banyak teman-teman yang berkerumun
di sana. Di sebelah tempelan SK itu ada selembar tempelan tambahan, ralat SK
Penempatan. Rupanya selain nama saya ada beberapa ralat lain. Segera saya
teliti lembaran itu. Saya menarik nafas lega, nama dan NIP saya telah
terkoreksi dengan sempurna. Tiba-tiba seseorang mendatangi saya dengan muka
masam.
"Met, kok namaku diralat
ke Kupang, kan kemarin aku di Baturaja?"
"Waduh, aku nggak tau
apa-apa, Met. Silahkan lapor bagian kepegawaian deh."
Saya yakin, teman yang barusan
mendatangiku adalah Slamet Riyanto.
Kampung Makasar, 30 Mei 2013,
22:13:13 WIB
Ralat SK Keramat itu |
2 comments:
Slamet riyanto satunya sempet sekantor dng ku mer.... Dan dia pun menceritakan kekagetan yang sama saat melihat SK ralat yg keramat itu..... Wkwkwk
Paksla, tahun 1995 itu saya baru masuk kelas 1 SD. :O
Post a Comment