Thursday, May 30, 2013

Mutasi


Hajatan apa di kantor ini yang lebih menghebohkan selain mutasi? Bahkan kabar tentang pemberian insentif, bonus maupun gaji ke-13 kalah heboh dengannya. Yap, mutasi memang mempunyai umur setua umur organisasi ini. Setua pula karir seseorang. Hanya pensiunlah yang memutilasi mutasi itu. Ironis.
Saya masih ingat, Nopember 1995 sebuah Surat Keputusan mengantarkan kami semua, 472 orang lulusan Program Diploma III Perpajakan, ke seluruh pelosok negeri. Surat itu terbit sore hari sehingga kami yang indekos di sekitar Jurang Mangu tidak bisa langsung beranjak ke Kantor Pusat Ditjen Pajak. Tahun segitu teknologi internet belum secanggih sekarang, sehingga komunikasi melalui surat elektronik juga belum lazim. Beda dengan jaman sekarang, seperti yang terjadi senja ini. Aku yang tengah meringkuk sakit di rumah bisa minta dikirim email ke Dewi temanku, tentang SK Mutasi Eselon IV dan Fungsional.
Maka pagi keesokan harinya kami lantas berduyun-duyun ke Kantor Pusat Ditjen Pajak. Surat itu ditempel di dekat lift lantai 4 gedung D tempat Bagian Kepegawaian berkantor. Langkah saya baru mencapai lobi gedung B yang terletak di depan gedung D ketika serombongan kawan sudah ada yang keluar dari gedung tersebut. Mereka menampakkan ekspresi wajah beragam. Ceria, datar, banyak pula yang keruh. Saya dilanda kerisauan. Saya berhitung, peringkat akademik saya 232 dari 470 orang. Sebuah peringkat yang tidak bisa dikatakan bagus. Maka saya tidak berani berharap banyak. Saya juga tidak berani bertanya ke teman-teman yang saya temui barusan. Biarlah SK itu saya hadapi sendiri.
Gedung berlantai empat itu segera saya tapaki. Hanya ada dua lift yang tersedia, sehingga saya harus menunggu agak lama. Akhirnya lift ke dua terbuka. Pintunya memuntahkan puluhan teman-teman saya, masih dengan ekspresi penuh warna. Saya kian khusyuk menjalani kerisauan.
Di lantai 4 suasananya tidak lebih tertib. Suara gaduh dan riuh terdengar di sana. Saya sampai susah payah keluar dari lift ini.
"Met, kamu dimana?"
"Wah, Met...kok kamu dapet kupang?"
"Met, selamat ya... Baturaja Met... Enak, bisa wisata terus di Bali."
Sapaan teman-teman menyambut kedatangan saya. Saya bergeming tak bereaksi apa-apa. Kuping saya makin panas mendengar nama-nama yang mereka sebutkan barusan. Kupang, Baturaja.... Dua nama asing dan menyeramkan.
Surat itu ditempelkan di sebuah white board. Lembarannya disusun urut mulai dari Kantor Pusat, Kanwil-Kanwil di Jakarta, lantas meloncat ke Kanwil Sumatera Bagian Utara, Sumatera Bagian Tengah, Sumatera Bagian Selatan dan seterusnya, sampai terakhir adalah Papua dan Maluku. Tidak perlu waktu terlalu lama buat saya untuk menemukan nama saya. Kantor Pelayanan Pajak Baturaja di Kanwil Sumatera Bagian Selatanlah tempat tugas saya. Tapi tunggu dulu, ada secuil kesalahan, nama saya ejaannya benar, Slamet Rianto, tapi itu bukan NIP saya. Saya bingung dan kian kalut. Saya lantas teringat, di angkatan saya ada teman yang namanya mirip dengan saya, namanya Slamet Riyanto. Kami berbeda kelas dan tidak saling mengenal satu sama lain.
Saya lantas meneruskan pencarian. Hati saya terkesiap. Tertera nama Slamet Riyanto di KPP. Kupang, NIP-nya juga bukan NIP saya. Wah... Saya benar-benar kalut... Atas saran beberapa teman, saya menghadap Bagian Kepegawaian yang ruangannya di belakang white board pengumuman itu. Seorang pria paruh baya menyambut saya.
"Ada apa, dhik?"
"Ini pak, saya mau nanya, nama dan penempatan saya yang benar dimana ya?"
"Oh, adek lulusan Prodip ya?"
"Iya, pak. Di SK itu nama sama NIP saya nggak sesuai."
Sejurus kemudian pria itu mengeluarkan fotocopi SK kami. Dilihatnya nama yang saya maksud. Dahinya berkerenyit sejenak.
"Kamu peringkat berapa?"
"Dua ratus tiga puluh dua, Pak"
"Kalo peringkat Slamet satunya?"
"Wah, saya tidak tahu, pak."
"Ya sudah, kamu pilih mana, Baturaja apa Kupang?"
"Baturaja, Pak."
"Ok, besok kami ralat SK-nya."
Keesokan harinya saya kembali menyambangi kantor pusat Ditjen Pajak. Masih banyak teman-teman yang berkerumun di sana. Di sebelah tempelan SK itu ada selembar tempelan tambahan, ralat SK Penempatan. Rupanya selain nama saya ada beberapa ralat lain. Segera saya teliti lembaran itu. Saya menarik nafas lega, nama dan NIP saya telah terkoreksi dengan sempurna. Tiba-tiba seseorang mendatangi saya dengan muka masam.
"Met, kok namaku diralat ke Kupang, kan kemarin aku di Baturaja?"
"Waduh, aku nggak tau apa-apa, Met. Silahkan lapor bagian kepegawaian deh."
Saya yakin, teman yang barusan mendatangiku adalah Slamet Riyanto. 

Kampung Makasar, 30 Mei 2013, 22:13:13 WIB

Ralat SK Keramat itu

2 comments:

zulfikar said...

Slamet riyanto satunya sempet sekantor dng ku mer.... Dan dia pun menceritakan kekagetan yang sama saat melihat SK ralat yg keramat itu..... Wkwkwk

Unknown said...

Paksla, tahun 1995 itu saya baru masuk kelas 1 SD. :O